Wanita-wanita Muhrim

Siapa saja wanita-wanita muhrim? Perkawinan harus dilaksanakan antara dua pasangan yang tidak ada pertalian persaudaraan yang dekat agar keduanya bisa menjalin hubungan yang sangat intim. Sebab, bagi seseorang yang fitrahnya sehat, pasti tidak akan bersedia menjalin hubungan perkawinan dengan keluarga yang amat dekat. Karenanya Islam memperhatikan segi ini secara khusus, dan mengharamkan perkawinan yang dilakukan antara pasangan yang hubungan pertalian saudaranya sangat dekat. Karenanya, penjelasan berikut ini kita ikuti bersama. 

Islam mengharamkan perkawinan dilaksanakan antara dua saudara yang berdekatan dan menganggapnya sebagai dosa besar. Di antara wanita-wanita yang tidak boleh dikawin, ialah istri ayah (ibu tiri). 

Firman Allah : “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”. (Q.S. 4 : 22). 

Allah swt. memberikan predikat perbuatan ini sebagai tindakan keji. Sebab, istri ayah adalah serupa dengan ibu sendiri, yang karenanya, menikahi ibu tersebut adalah perbuatan keji. Di samping itu, Allah juga menganggap perbuatan menikahi ibu tiri akan mendatangkan marah Allah, karena jalan ini adalah seburuk-buruk jalan yang ditempuh. 

Kemudian Allah swt. menuturkan wanita-wanita yang haram dinikahi ialah : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusukan kamu; saudara perempuan sepesusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri; tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. 4 : 23). 

Terkadang ada sebagian orang yang meremehkan perkawinan dengan orang-orang yang telah tersebut di dalam ayat di atas. Tetapi pada kenyataannya, bagi seseorang yang fitrahnya sehat, pasti akan mengecam perkawinan yang tidak mengikuti garis pada ayat tersebut. Pernyataan ayat tersebut mengemukakan wanita-wanita yang berhubungan sangat dekat, lantaran gairah sex takkan bangkit mengadakan hubungan dengan pihak-pihak tersebut, di samping menjaga jangan sampai menghasilkan keturunan cacat. 

Andaikan syariat islam tidak melarang perkawinan dengan wanita-wanita tersebut, maka akan timbul bahaya yang sangat besar. Hal ini disebabkan lantaran hubungan dengan wanita-wanita tersebut sangat akrab. Antara seseorang dengan wanita-wanita tersebut terjalin hubungan kekeluargaan yang sangat akrab, saling menghormati dan saling mengasihi. Dan apabila terjadi perkawinan antara dia dengan wanita-wanita tersebut, berarti telah menyalahi fitrah kemanusiaannya. Di samping itu akan mengakibatkan hubungan kekeluargaan mengalami perpecahan lantaran pada dasarnya perkawinan akan berhadapan dengan berbagai godaan. 

Di dalam ayat tersebut, Allah melarang menikahi ibu-ibu yang menyusui, dan anak-anak perempuan dari ibu-ibu sepesusuan. Sebab Islam menganggap saudara sepesusuan bagaikan saudara kandung, dan wanita yang menyusui sederajat dengan ibu kandung. 

Rasulullah bersabda :

 انّ الله حرّم من الرّضاع ماحرّم من النّسب. (رواه التّرمذى) 

“Sesungguhnya Allah melarang perihal saudara sepesusuan sebagaimana saudara sekandung (Hadits riwayat Turmudzi.)”. 

Mengenai masalah pelaksanaannya, para ahli fiqh berbeda pendapat. Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa saudara sepesusuan itu bisa terjalin persaudaraannya walau hanya beberapa susuan. 

Tetapi menurut pendapat yang lebih kuat, dikatakan dengan lima kali susuan. Dan pendapat ini mensyaratkan terjalinnya persaudaraan apabila ketika menyusui, umur bayi masih di bawah dua tahun. sebab pada umur tersebut, bayi hanya akan meminum susu sebagai makanan pokoknya. Air susu ibu ini ikut andil di dalam membentuk daging dan tulang bayi dan menumbuhkan ikatan kasih sayang antara keduanya. 

Di dalam ayat tersebut diterangkan haramnya mengawini dua orang perempuan secara bebarengan (mencampur). Sebab, hal ini akan mengakibatkan berkobarnya rasa iri dan dengki antara dua bersaudara sekalipun pada mulanya perkawinan seperti itu diperbolehkan. Oleh karena itu, Islam melarang mengumpulkan dua wanita menjadi istri seorang laki-laki, baik seorang di antara keduanya itu anak bibi atau anak bude (wak) atau saudara sekandung.