Ikhlas adalah Tiang Pokok Haji

Rasulullah SAW ketika melakukan haji wada’ (haji pamitan) beliau menuju ‘Arafah sambil berdo’a :

 اللهم حجة لا رياء فيها ولا سمعة (رواه البخارى

“Ya Allah, semoga ibadah haji (kami) bukan karena ria’ dan bukan karena harga diri (Hadits riwayat Bukhari dalam bab Manasik Haji)”. 

Rasulullah pun menjelaskan pahala orang yang melakukan ibadah haji secara ikhlas:

 العمرة الى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء الا الجنة (رواه البخارى

“Dari ‘umrah ke ‘umrah lainnya merupakan pelebur (dosa) antara keduanya; haji yang mabrur (diterima) tak ada balasan yang patut (bagi pelakunya) kecuali surge(Hadits riwayat Bukhari)”.

 من حج هذا البيت فلم يرفث ولم يفسق رجع كيوم ولدته أمه 

 “Barangsiapa yang haji ke Baitullah, kemudian tidak berkata kotor, tidak melakukan perbuatan fasik, ia akan kembali ke tempatnya bagaikan baru dilahirkan oleh ibunya (seluruh dosanya diampuni)( Hadits riwayat Bukhari). 

Apabila ibadah haji digunakan bukan untuk maksud tersebut, dan ia hanya mengharapkan ketenaran atau mengharapkan julukan haji dan lain sebagainya, maka sia-sialah ibadahnya. 

Mengucapkan kata haji bagi orang yang telah melakukan ibadah haji adalah bid’ah. Pada zaman Rasulullah dan zaman khalifah-khalifahnya hal semacam ini tidak ada. Manusia harus menjalankan semua jenis ibadah termasuk haji, ikhlas karena Allah, bukan karena ingin masyhur atau dikenal orang. Setiap ibadah yang dilakukan untuk mencapai ketenaran atau riya’, itu dinamakan syirik kecil yang dilarang oleh Allah dan Rasul dengan larangan yang sangat. 

Termasuk di antara perbuatan yang diingkari oleh agama ialah apa yang sudah menjadi kebiasaan di Lebanon. Mereka menyebut kedatangan orang-orang yang beru datang dari tanah suci, dengan melepaskan tembakan-tembakan senapan. Sehingga membikin kaget dan membahayakan orang lain, di samping membuang uang guna membeli peluru yang dihambur-hamburkan tanpa tujuan. 

Allah telah berfirman : “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan dan syetan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. 17 : 27). 

Perbuatan semacam ini tidak diridhoi oleh Allah dan Rasul-Nya, dan akan menghilangkan keberkatan ibadah haji. Pelakunya akan mendapat dosa, di samping perbuatan ini dapat merusak citra haji dan citra Islam, serta memberikan gambaran negatif terhadap Islam bagi orang-orang yang tidak mengetahui hakikat-hakikatnya. Kita harus mengikis habis kebiasaan semacam ini sampai akar-akarnya, karena perbuatan ini adalah bid’ah sayyiah. Pelakunya harus ditindak tegas dan tidak digauli di dalam masyarakat karena perbuatannya menyakiti Islam dan mencoreng citranya.