Menjaga Ucapan dan Mencegah Pintu Maksiat

Adapun menjaga ucapan dapat dilakukan dengan tidak mengucapkan kata-kata yang sama sekali tidak membawa manfaat dalam agama. Apabila ingin berbicara hendaklah memikirkan terlebih dahulu faedah yang akan diperoleh atau tidak. Jika dirasa tidak ada manfaatnya, lebih baik diam. Apabila ada manfaatnya, hendaknya dilihat dulu apakah hal itu akan menyebabkan kehilangan manfaat yang lebih besar atau tidak. Jika demikian, tentu akan menjadi sia-sia belaka. Apabila ingin mengetahui isi dalam hati, perhatikanlah apa yang terucap dan yang dibicarakan sebab pembicaraan mengungkap isi dalam hati. 

Yahya bin Mu'adz berkata: "Hati ibarat periuk yang mendidih, sementara lisan adalah gayungnya." Perhatikanlah orang yang sedang bicara, sesungguhnya, yang ia bicarakan menunjukkan apa yang ada dalam hatinya, manis, kecut, segar, asin, dan lain sebagainya. Cidukan lisannya akan menjelaskan isi hatinya. Sebagaimana kamu mencicipi apa yang ada di dalam periuk dengan lisanmu, begitu juga kamu bisa mengetahui isi hatinya lewat ucapan lisannya. 

Diriwayatkan dari Anas sebuah hadits marfu, "Tidaklah iman seorang hamba itu lurus hingga hatinya lurus. Dan, tidaklah hatinya itu lurus sehingga lisannya juga lurus." 

Nabi Saw. pernah ditanya mengenai apa yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka. Beliau lalu menjawab: "Lisan dan kemaluan." Menurut at-Tirmidzi, hadits ini hasan shahih. Mu'adz pernah bertanya kepada Baginda Nabi Saw. tentang amal yang dapat memasukkannya ke surga sekaligus menjauhkannya dari neraka. Kemudian, Nabi Saw. menjelaskan polok yang menjadi fondasi tegaknya amal. Beliau bersabda: 'Maukah aku beri tahukan kepadamu apa yang mencakup semua itu?" 

Mu'adz menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Nabi Saw. lalu memegang lisannya dan bersabda, "Jagalah ini!" "Apakah kita akan dihukum aras apa yang kita ucapkan?" tanya Mu'adz. Beliau Saw. menjawab, "Iya, wahai Mu'adz. Bukankah banyak manusia y.mg tersungkur masuk ke neraka sebab lisan mereka?!" At-Tirmidzi menilai ini hasan shahih. 

Anehnya, manusia sering kali merasa mudah untuk menjaga diri dari makan makanan haram, aniaya, zina, pencurian, mabuk, memandang sesuatu yang diharamkan, dan lain sebagainya, sementara mereka merasa berat untuk menjaga lisan sehingga adu orang yang dikenal beriman, zuhud, dan ahli ibadah, namun ia mengucapkan kata-kata yang dimurkai oleh Allah. Ia tidak merasa bahwa satu kata yang keluar dari mulutnya dapat menurunkan derajatnya sejauh jarak timur dan barat. Betapa banyak orang yang kelihatan berhati-hati dalam menjaga perbuatannya dari perilaku yang keji dan aniaya, namun lisannya senantiasa merusak kehormatan orang yang masih hidup dan yang sudah mati. Ia juga tidak mau peduli terhadap apa yang sedang ia ucapkan. 

Jika kamu ingin mengenali hal tersebut di atas, perhatikanlah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahib- nya, dari Jundab bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Seseorang berkata, 'Demi Allah, fulan tidak akan diampuni-Nya." Allah menjawab, "Barang siapa bersumpah atas diri-Ku dengan menyatakan bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan maka sesungguhnya, Aku telah mengampuninya dan menghapus amal si pengucap sumpah." Padahal, ia adalah orang yang ahli ibadah, namun satu ucapan itu telah menghapus seluruh amalnya." 

Di dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah Ra., "Ia telah mengucapkan satu kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya." 

Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. bahwa Nabi Saw. bersabda, "Seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat yang diridhai Allah tanpa keseriusan, dengan kalimat itu, Allah mengangkat derajatnya. Sebaliknya, seorang hamba yang mengucapkan kalimat yang dimurkai Allah tanpa keseriusan, itu dapat menjerumuskannya ke neraka Jahannam." 

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, "Seorang hamba mengucapkan kalimat, meski tanpa keseriusan, dapat menje¬rumuskannya ke neraka dengan jarak yang lebih jauh daripada timur dan barat." 

Dalam riwayat at-Tirmidzi, dari Bilal bin Harits al-Muzanni bahwa Nabi Saw. bersabda : “Diantara kalian ada seseorang mengucapkan kalimat yang diridhai Allah dan ia tidak menduganya, se¬mentara Allah mencatat keridhaan-Nya baginya hingga hari per-temuannya dengan-Nya. Sesungguhnya, salah seorang di antara kalian mengucapkan sebuah kalimat yang dimurkai Allah tanpa disadarinya, sementara Allah menetapkan murka atasnya hingga hari ia bertemu dengan-Nya." 

Al-Qamah berkata: "Betapa banyak ucapan yang aku tahan setelah mendengar hadits Bilal bin Harits ini." 

Dalam Jaami' at-Tirmidzi, diriwayatkan dari Anas bahwa salah seorang sahabat ada yang meninggal dunia, lalu ada yang berkomentar, "Selamat berbahagia mendapatkan surga." Rasulullah Saw. kemudian bertanya, "Dari mana kau tahu hal itu? Misa jadi ia pernah mengatakan sesuatu yang tidak penting bagi¬nya atau mungkin ia pernah bakhil dengan sesuatu yang sama sekali tidak berkurang baginya." At-Tirmidzi menilai hadits ini hasan.

Dalam riwayat yang lain, "Ada seorang pemuda tewas dalam perang Uhud. Di perutnya ada batu yang diikat sebab lapar. Ibunya membersihkan debu di wajahnya seraya berkata, 'Selamat anakku, kau telah mendapatkan surga. Mendengar hal itu, Rasulullah Saw. bersabda: 'Dari mana engkau tahu? Bisa jadi, ia pernah mengucapkan kata-kata yang tidak penting baginya dan mungkin saja ia pernah mencegah sesuatu yang tidak membahayakan dirinya." 

Dalam sahih al-Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. secara marfu, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam!" 

Redaksi dalam riwayat Muslim, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ketika ia menyaksikan sesuatu hendaklah berkata yang baik atau diam!" 

At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang shahih, dari Abu Hurairah Ra. bahwa Nabi Saw. bersabda "Termasuk baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya.' 

Diriwayatkan dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi berkata: Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku tentang Islam yang aku tidak akan menanyakannya lagi kepada orang lain setelahmu! Beliau Saw. bersabda: “Katakanlah , aku beriman kepada Allah, lalu istiqamahlah!" Ia bertanya lagi, "Apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku wahai Rasulullah?" Kemudian, llasu lullah memegang lisan lalu berkata, "Ini." Hadits ini shahih. 

Diriwayatkan dari istri Nabi Saw, Unimu Habibah bahwa Nabi Saw. bersabda: "Setiap ucapan anak Adam tidak ada yang bermanfaat bagi dirinya kecuali yang berupa perintah kepada kebaikan, larangan dari kemungkaran, serta dzikir kepada Allah." At-Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan. 

Diriwayatkan dalam hadits yang lain, "Apabila seorang hamba memasuki pagi, seluruh anggota badannya memperingatkan kepada lisan seraya berkata, 'Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya, kami tergantung padamu. Jika engkau lurus, kami pun lurus dan jika engkau bengkok, tentu kami juga bengkok." 

Orang salaf biasa mengoreksi diri dengan berkata: "Ini hari yang panas. Ini hari yang dingin." Dikisahkan bahwa ada salah satu di antara tokoh ulama besar yang muncul dalam mimpi. Ia ditanya mengenai kondisinya, lalu ia menjawab, "Aku tertahan karena kalimat yang pernah aku ucapkan. Aku pernah berkata, 'Betapa orang-orang sangat membutuhkan hujan!' Setelah itu, dikatakan kepadaku, 'Dari mana kau tahu tentang itu?! Aku lebih mengetahui apa yang baik untuk para hamba-Ku." 

Pada suatu hari, sebagian para sahabat berkata kepada pelayannya, "Kemarilah, bawakan perbekalan untukku! Akan aku gunakan untuk bermain-main." Tak lama kemudian ia berujar, "Astaghfirullah (Aku mohon ampun kepada Allah), aku tidak akan mengucapkan sesuatu kecuali aku akan bungkam dan menahannya, sementara kalimat ini terucap keluar tanpa tertahan." 

Gerakan yang paling ringan adalah gerakan lisan, namun ia adalah gerakan yang paling membahayakan bagi hamba. Para ulama salaf dan khalaf berbeda pendapat, apakah semua perkataan yang terucap itu yang dicatat atau hanya perkataan yang baik dan buruk saja. Pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, yaitu semua perkataan itu dicatat. 

Ada ulama salaf yang mengatakan, "Seluruh perkataan manusia itu berbahaya dan tidak ada yang bermanfaat bagi dirinya l.ei uali dzikir kepada Allah dan apa-apa yang mengiringinya." 

Abu Bakar Ra. pernah menunjukkan lisannya seraya berkata, "Ini adalah sumber bencana bagiku." 

Perkataanmu adalah tawananmu, namun apabila ia keluar dari lisanmu, kamu pasti akan menjadi tawanannya. Allah mengetahui ucapan lisan setiap orang. 

Firman-Nya:

Tiada satu ucapan pun yang diucapkan melainkan di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir.”(Q.S. Qaaf [50]: 18) 

Terdapat dua cacat besar pada lisan. Jika bisa terlepas dari salah satunya, belum tentu bisa terlepas dari yang lain. Kedua cacat itu adalah cacat bicara dan cacat diam. Bisa saja salah satu dan keduanya mendatangkan dosa yang lebih besar daripada yang lain pada waktu tertentu. 

Orang yang membungkam mulutnya dari kebenaran adalah setan bisu yang menentang Allah dan juga penjilat ketika ia tidak mengkhawatirkan bahaya atas dirinya. Adapun orang yang mengucapkan kalimat yang batil adalah setan yang berbicara dan menentang-Nya. 

Kebanyakan manusia melakukan penyimpangan, baik saat ia bu ara maupun saat diam. Mereka berada di antara dua keadaan itu. Adapun orang-orang yang berada di tengah-tengah adalah golongan yang berada di atas jalan yang lurus. Mereka senantiasa menjaga lisan mereka dari berkata batil dan membiarkan lisan mereka untuk mengucapkan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan di akhirat. Maka dari itu, tidak ada di antara mereka yang mengatakan sesuatu yang sia-sia tanpa manfaat, apalagi mengatakan sesuatu yang mendatangkan bahaya di akhirat. 

Ada hamba yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal sebesar gunung, namun ia mendapati lisannya telah menghancurkan semua amal-amalnya. Ada juga hamba yang datang dengan membawa keburukan sebesar gunung, namun lisannya menghapuskan semua keburukan itu sebab banyaknya ia berdzikir kepada Allah dan mengerjakan sesuatu yang terkait dengannya.