Berbohong-Dusta; Paling dibenci Nabi

'Aisyah ra. mengatakan:

 مَاكَانَ مِنْ خُلُقٍ أَبْغَضُ إِلَى رَسُوْلِ اﷲِ ص٠م مِنَ الْكَذِبِ ٬ مَااطَّلَعَ عَلَى أَحَدٍ مِنْ ذَلِكَ شَيْءٍ فَيَحْرُجُ مِنْ قَلْبِهِ حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّهُ أَحْدَثَ تَوْبَةً٠ 

"Tidak ada perbuatan yang lebih dibenci Nabi daripada berbuat bohong. Dan tidaklah beliau melihat seseorang berbuat bohong, lantas hati beliau merasa rela (lega/tidak ada ganjalan), hingga Nabi saw benar-benar mengetahui orang tersebut telah melakukan tobat (atas kebohongannya)." (HR. Ahmad) 

Kenapa bohong merupakan sekian di antara tindakan kriminal yang paling dimurkai Rasulullah saw? Sebab ia adalah salah satu tanda kemunafikan. 

Dalam hadis lain beliau bersabda:

 آَيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ ׃ إِذََاحَدَّثَ كَذَبَ ٬ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا أئْتُمِنَ خَانَ٠ 

"Tanda orang munafik ada tiga: Jika berbicara ia dusta, jika berjanji mengkhianati, dan jika diberi kepercayaan ia mengkhianati." 

Dan orang-orang munafik semoga Allah melindungi kita agar tidak termasuk golongannya akan berada dalam kerak api neraka. Pada kedudukan yang paling bawah, roman paling buruk dan siksa paling pedih. Allah berfirman:

Sesungguhnya orang-orang munafik akan berada di kerak api neraka." (QS.an-Nisaa: 145.) 

Kebohongan juga akan mengajak kepada kemaksiatan. Dan kemaksiatan mengkonduksi ke neraka jahannam. 

Sebagaimana arak adalah ummul khabaaits (induk segala kekejian), maka bohong adalah "Pemuka kerusakan dan kesesatan" (Rasul fasaad). Sehingga siapapun terbiasa berdusta maka ia akan terperangkap dalam lingkaran kehinaan. Dan setiap kehinaan pasti berlawanan dengan sifat-sifat kemuliaan. Khianat misalnya, menjadi lawan dari sifat amanat. Pengecut, menjadi lawan sifat pemberani. Kikir menjadi lawan sifat dermawan, dan sebagainya. Dan kami yakin, kalian tentu mengerti lawan sifat dusta adalah jujur. Dan hendaklah seseorang senantiasa berbuat jujur, hingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang selalu berbuat kejujuran (shiddiq). Alangkah benar sebuah sya'ir: 

Kejujuran pada ucapan kami, adalah menguatkan kami 

Dan bohong pada tindakan kami, adalah merugikan kami 

Terkadang kalian terjepit dalam kondisi menyusahkan. Dan ada di antara kalian yang berprasangka bahwasanya berbuat bohong a dalah keselamatan dan solusi dari problema. Lantas ia terlalu toleran dan moderat dengan kebohongan. Pada hakikatnya dia tidak mengerti bahwasanya ia menutup kesalahan dengan kesalahan pula. Sehingga ia terperangkap dalam lingkaran kesalahan yang tidak kenal henti, selain terperangkap dalam keabadian kejahatan dan dosa. Ia terseret dan terikat hingga jurang yang paling rendah, dan akhirnya binasa. 

Tobat dari dosa, adalah bukti bahwa seseorang mencari ridha Allah dan Nabi- Nya. Sebab itulah jalan yang bisa menyelamatkan diri dari jurang segala kehinaan. 

Dikisahkan bahwasanya sahabat Khatib bin Abi Balta'ah ra menulis surat kepada Quraisy yang menginformasikan bahwasanya Nabi saw ingin melakukan agresi penyerangan ke Mekkah tahun penaklukan Mekkah. Namun Allah Ta'ala lebih menyayangi Nabi-Nya, Ia membocorkan tindakan nekad Khatib ini. 

Setelah usahanya gagal, ia digiring ke hadapan Rasulullah saw dan diberi vonis atas tindakannya. Ia pun tidak mengingkari, sebab tak ada jalan untuk berkelit. Namun ia menjelaskan alasannya ... dan akhirnya mengumumkan tobatnya. Kebetulan, Umar bin Khattab ra. menyaksikan kasus ini. Dan ia mengatakan: 

"Wahai Rasulullah, biarlah saya memenggal lehernya, sebab dia telah berbuat kemunafikan!" 

Untung bagi Khatib, Nabi tidak memberi ijin kepada Umar seraya menjawab: "Siapa tahu wahai Umar, barangkali Allah telah melihat Ahli badar dan mengatakan kepada mereka: Berbuatlah semau kalian, sesungguhnya Aku (Allah) telah mengampuni kalian. Sementara Khatib, juga termasuk Ahli Badar." 

Saya tidak menggarisbawahi ucapan Nabi saw yang menyadarkan nurani iman. sahabat Khatib yang lengah sesekali waktu dan bahkan ingin merugikan (membahayakan) kaum muslimin, sekiranya pengawasan Allah tidak menyertai. Namun yang saya garisbawahi adalah bukti kejujuran tobat sahabat Khatib ini. 

Dusta yang diperbolehkan, adalah dusta dalam rangka kebaikan dan tidak membawa marabahaya, yang didefinisikan oleh Ulama' Fiqh dengan istilah "Kidzbah Baidha". Misalnya dusta yang dilakukan penengah untuk mengadakan Islah (perdamaian) di antara dua pihak yang bersengketa, atau tipu daya perang, atau dusta untuk mendamaikan sengketa suami istri. 

Dalam masyarakat kita, banyak sekali dijumpai kebohongan-kebohongan yang menurut anggapan mereka sekedar lelucon atau gurauan. Tidak tahukah mereka bahwasanya panutan kita Rasul termulia memang suka humor dan bercanda namun tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun terkecuali kebenaran! 

Pemuda pemudi ..., waspadalah benar jangan sampai engkau tercatat di sisi Allah termasuk golongan pendusta. Bertakwalah dan bersamalah orang-orang yang benar. Bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Ia Maha penerima tobat.