Dua Perbedaan Wujud Allah SWT

شَتَّانَ بَيْنَ مَنْ يَسْتَدِِلُّ بِهِِ اَوْْ يَسْتَدِِلُّ عَلَيْهِ الْمُسْْتَدِلُّ بِهِِ عَرَفَ الْحَقَّ لأَِهْلِهِ فَأَثْبَتَ الأَمْرَ مِنْ وُجُوْدِ اَصْلِهِ ٬ وَالإِسْتِدْ لاَلُ عَلَيْهِ مِنْ عَدَمِ الْوُصُوْْلِ اِلَيْهِ ٬ وَاِلاّ فَمَتَى غَابَ حَتَّى يُسْتَدَلَََّ عَلَيْهِ وََ مََتَى بَعُدَ حَتَّى يُسْتَدَلَََّ عَلَيْهِ وََ مََتَى بَعُدَ حَتَّى تَكُوْنَ الأَثَارُ هِىَ الَّتِىْ تُوْصِلُ اِلَيْه٠ 

“Dua perbedaan sebagai dalil yang menujukkan adanya Allah swt. Pertama orang yang berpegang pada dalil dengan melihat dari wujudnya Allah swt itu menunjukkan adanya alam. Kedua, adanya alam (ciptaan Allah) menunjukkan wujudnya Allah swt. Pendapat nama lebih melihat Allah itu memang ada, maka terjadilah alam semesta. Yang ada itu adalah Allah, karena Allah swt jua yang menciptakan alam. Pendapat ini menegaskan bahwa wujud yang sebenarnya adalah milik Allah. Itulah wujud asalnya. Adapun dalil yang menyebut adanya alam ini menunjukkan adanya Allah swt makhluk menunjukkan adanya Al Khalik), adalah karena linu sampainya si hamba kepada Allah. Untuk memperkuat pendapat pertama, lalu timbul pertanyaan, Kapan Allah swt itu gaib (tidak ada), lalu mencari dalil untuk mengenal-Nya? Sejak kapan Allah itu jauh, sehingga memerlukan jalan untuk menemui. 

Anak Adam (manusia) yang dibesarkan melalui rahim seorang ibu, lalu tumbuh dan berkembang menjadi manusia sempurna bermula adalah tidak mengetahui apa-apa (jahil). Kemudian Allah melengkapi mereka dengan kekhususan tubuh dengan anggota bad.m lalu mereka aktif menggunakan peralatan jasmani mereka, sehinggi mereka mengetahui kebutuhan yang diperlukan, lalu menjadi insan y;mg berpengetahuan. Dari ketidaktahuan menjadi tahu. 

Seperti dijelaslun dalam Al Qur'an surat An Nahl ayat 78: "Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu, tidak mengetahui suatu apa pun.” 

Kelengkapan untuk manusia diberikan oleh Allah, maksudnya agar manusia mengenal Allah secara sempurna. Pengetahuan yang meliputi lahir dan batin, pikiran dan ikhtiar. Al Qur'an mengisyaratkan hal ini dalam kalimat: "Allah menciptakan manusia dengan memberikan pendengaran, penglihatan, hati sanubari." Pemberian Allah kepada manusia dengan kelengkapan indera mereka, agar mampu memikirkan kekuasaan Allah, lalu mendekatkan diri kepada Maha Pencipa Mentaati peraturan dan hukum yang diciptakan-Nya, agar dengan demikian mereka termasuk orang yang bersyukur. 

Ada dua golongan manusia menurut pembagian Syekh Ahmad Ataillah. Pertama, yang mengenal Allah langsung mengetahui wujudnya Allah tanpa melihat ciptaan Allah. Mengenal Allah tanpa perantaraan selain Allah sendiri. Sebab tanpa benda-benda ciptaan Allah, si hamba akan langsung makrifat kepada Allah. Mata hati si hamba telah mampu menyingkap tabir penghalang yang menutup antara si hamba dengan Allah, atas izin Allah jua adanya. 

Penglihatan dengan mata hati iman ini mengangkat si hamba ke tingkat makrifat yang terpuji. Golongan ini tidak memerlukan wujud alam ciptaan Allah ini dalam mengenal Nya. Akan tetapi tidak berarti alam ciptaan Allah yang sangat dahsyat ini tidak dapat dipergunakan untuk mengenal Allah, justru dengan mengenal ciptaan-Nya manusia akan lebih akrab dengan-Nya. Kedua hamba yang mempergunakan alat alam dan seluruh wujud ciptaannya sebagai jalan untuk mengenal Allah menurut ukuran logika. Golongan ini disebut orang yang sedang menuju kepada Allah swt. 

Perjalanan menuju Allah, ialah dengan mengenal Allah selain mengikuti petunjuk di atas, yang paling sesuai dengan sunah Nabi Muhammad saw, ialah dengan mempelajari ilmu Tauhid (Aqaid) dengan mengenal sifat-sifat Allah yang 99 bersama pembagiannya. Pemantapan iman diperlukan bagi setiap orang, baik orang awam maupun orang alim, melalui ilmu yang telah dikenal dalam Islam. Mengenal ilmu yang berkaitan dengan Allah, berarti si hamba mendekati Allah dengan ilmu-Nya sendiri yang diwahyukan kepada junjungan Nabi saw. Sebab ilmu Aqaid manusia mengenal tanpa ilmu. 

Hamba yang telah mengenal Allah tanpa alam semesta dan lain-lain, adalah orang yang mendapatkan sinar cahaya Allah. Sedangkan hamba yang menuju Allah untuk mengenal-Nya adalah orang sedang mencari sinar cahaya-Nya. 

Orang yang telah sampai kepada Allah (wasil), terpancar daripadanya cahaya yang dianugerahkan Allah kepadanya. Ia melihat Allah dengan mata hatinya (basirah). Hamba yang telah mencapai tingkat ini telah sampai kepada haqulyaqin. Cahaya yang memancar itu di sebut “anwarul muwajjahah.”