Islam Menjunjung Tinggi "Penampilan Diri" dan Profesionalitas

Dari Atha' bin Yasar ia mengatakan:

 أَتَى رَجُلٌ النَّبِيَّ ص٠م ثَائِرُ الرأْسِ وَاللِّحْيَةِ فَأَشَارَ إِلَيْهِ الرَّسُوْلُ٬ كَأَنَّهُ يَأْمُرُهُ بِإِصْلاَحِ شَعْرِهِ ٬ فَفَعَلَ ثُمَّ رَجَعَ ٬ فَقَالَ ׃ أَلَيْسَ هَذَا خَيْرًا مِنْ أَن يَأْتِيَ أَحَدُكُمْ ثَائِرُ الرَأسِ كَأَنَّهُ شَيْطَانٌ٠ 

"Datanglah seseorang menemui Nabi saw dengan rambut acak-acakan dan jenggot amat semrawut tak teratur. Lantas Nabi memberi isyarat kepadanya seolah-olah menyuruhnya untuk menyisir rambutnya. Ia pun berpaling memperbaiki rambutnya, lantas sesaat kemudian datang lagi menemui Rasulullah saw. Maka berkomentarlah Nabi saw: 'Bukankah berpenampilan menarik seperti ini lebih baik daripada salah seorang di antaramu menghadap dengan rambut acak-acakan seperti setan?"' (HR. Malik) 

Nasihat ini, —wahai anak-anakku yang kucintai— maknanya amat jelas dan gamblang. Mengisyaratkan berpenampilan menarik dalam berhias, ketertiban, kebersihan, mengikuti tuntunan. 

Dalam hadis lain diriwayatkan dari Rasul Mulia saw berbunyi:

 كُوْنُوْا فِي النَّاسِ كَأَنَّكُمْ شَامَّةٌ٠ 

"Jadilah kalian di tengah-tengah masyarakat, golongan syaammah." 

Syaammah menurut istilah umum adalah orang-orang istimewa, pilihan atau unggulan. jadi arti hadis tersebut: Jadilah kalian orang- orang yang mempunyai keistimewaan atau keunggulan. Baik penampilan diri maupun profesionalitas. Yang demikian karena kedisiplinan menjaga penampilan diri dan kebagusan berperawakan, menunjukkan orisinilitas jatidiri. Artinya, orang yang senantiasa menertibkan penampilannya, tak diragukan ia tertib dalam berpikir dan bernurani. Siapa bersih dalam penampilannya, badannya, dan pakaiannya, tak diragukan ia bersih mental dan akalnya. 

Hal demikian, sama sekali bukan bermaksud dibukanya "kran" kesombongan, sikap arogan, atau budaya glamour. Selamanya bukan! Namun maksud sebenarnya adalah keserasian aktualisasi antara penampilan dan profesionalitas. 

Maksud hadis ini bukan pula diperbolehkannya demonstrasi perhiasan dan budaya konsumtif sebagai upaya agar tidak terjadi bumerang aib, konsumsi yang sia- sia dan bahkan menyengsarakan. 

Tentunya manusia tak akan tertib, bersih, profesional, dan berpenampilan menarik apabila tidak dibiasakan semenjak dini, pada usia masih belia dan anak-anak. 

Karenanya anak-anak kita yang mereka masih suka bermain, mudah ke sana ke mari, serta mudah diajak, mari kita perhatikan. Sebab masalah ini sering diabaikan. Kita hindari apa saja yang cenderung mengajak berpenampilan tak sedap seperti setan. Jangan sampai anak-anak kita identik dengan bola, singlet, dan jalan comberan. Kesemuanya mengundang ketidakbersihan, salah satu sebab keusangan. Disiplinkan dengan serius menghindari segala kebodohan dan keterbelakangan. Niscaya mereka menjadi kiblat peradaban dan sebaik- baik generasi yang dilahirkan untuk (teladan) seluruh manusia.