Kehormatan Harta Kaum Muslimin

Bersabda Rasulullah saw:

 مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدَ أَدَأَهَا أَدَّى اﷲُ عَنْهُ٬ وَ مَنْ أَخَذَهَا يُرِيْدُ اتْلاَفَهَا أَتَلَفَهُ اﷲُ٠ 

"Barang siapa mengambil harta orang dan ia berniat mengembalikannya, Allah akan memberinya kemampuan untuk mengembalikannya. Dan barang siapa mengambil harta orang namun ia berniat menghabiskannya, Allah pun akan melenyapkannya." (HR. Bukhari) 

Mengambil di sini maksudnya bukan dengan cara merampas atau merampok. Namun meminta pertolongan dengan cara berhutang atau meminjam, dan akan mengembalikannya sesuai kesepakatan. 

Persoalan ini berkaitan erat di alam dunia bisnis. 

Sebelumnya, baiklah saya berkomentar: masalah-masalah hutang Bank yang memasyarakat sekarang, seringkali diistilahkan atas dasar saling menguntungkan. Ketahuilah bahwasanya istilah ini adalah transliterasi verbal dari bahasa Perancis. Para penggagas atau pendirinya sebagaimana prinsip bisnis sebenarnya hanyalah menghaluskan (euphimisme) dari kata Riba! Sehingga kata-kata ini laris di masyarakat. Namun kenapa justru kata penghalusan saling menguntungkan itu yang disosialisasikan? 

Ketahuilah bahwasanya sekelompok orang yang menggagas ide-ide berdirinya bank-bank, lantas mereka jadikan sebagai sentral bisnis ribawi, adalah Zionis Internasional. 

Riba, dengan segala bentuk dan warnanya adalah tetap kezhaliman. Sebab pada dasarnya menghisap keringat orang. Karenanya Allah mengharamkan hal ini:

"Sesungguhnya Allah menghalalkan jual- beli dan mengharamkan riba." (QS. al- Baqarah: 275) 

Sebaliknya, agar persoalan-persoalan dalam dunia bisnis memudahkan kaum muslimin dan agar kerjasama menjadi dasar masyarakat Islam, Allah Albaari menetapkan prinsip Qardhul Hasan. Allah berfirman:

" Barang siapa meminjamkan Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Allah akan melipatgandakan kebaikannya." (QS. Al- Baqarah: 245) 

Sebab dimengerti bahwasanya sedekah adalah pintu pertama al-Qardhul Hasan (pinjaman baik) kepada Allah. Sekian di antara syarat Qardhul hasan adalah mengembalikan harta (pinjaman) tepat pada tempo waktunya, tidak mengulur-ulur, peminjam menggunakannya dalam urusan- urusan halal, dan lain-lain. 

Namun terkadang sang peminjam karena kondisi, tidak bisa mengembalikan hutangnya tepat pada waktunya sesuai niatannya. Bagaimana solusinya? 

Allah berfirman: 

"Apabila sang peminjam kesulitan (mengembalikan), hendaklah ditunggu sampai ia longgar." (QS. Al-Baqarah: 280) 

Artinya, jika si peminjam kesulitan mengembalikan hutang, yang dipinjami hendaklah bersikap longgar sesuai permintaannya dan jangan memaksa-maksa, tapi menundanya sampai si peminjam memperoleh kelonggaran rizki. 

Adapun pesan nabi di atas, ia mengingatkan kepada semua peminjam agar memperhatikan persoalannya. Jangan ia santai karena alasan longgar ini, atau bahkan berniat jahat, yaitu tidak ingin mengembalikan. 

Barang siapa meminjam dan mempergunakan tidak sesuai tempatnya, ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengintai dan akan menyiksanya dengan sepedih-pedihnya. 

Jadilah kalian orang yang bisa dipercaya dan jujur!