Menjadi Ahli Ihsan dan Syukur

 مَنْ لَمْ يُقْبِلْ عَلَى اللَّهِِ بِمُلاَطَفَاتِ الإِحْسَانِ قُيِّدَ اِلَيْهِ بِسَلاَسِلِ الإِمْْتِحَانِ ٠ مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النِّعَمَ فَقَدْ تَعَرَّضَ لِزَوَالِهَا وَ مَنْ شَكَرَهَا فَقَدْ قَيَّدَهَا بِعِقَالِهَا٠ 

“Barangsiapa tidak menghadap Allah, ketika ia mendapat anugerah ihsan, niscaya ia akan dibelenggu oleh rantai-rantai ujian. Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, sesugguhnya ia ia membuka jalan hilangnya nikmat dari dirinya. Akan tetapi barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka sungguh ia telah memberi ikatan yang kuat pada kenikmatan Allah itu." 

Jiwa dari hamba yang mulia, akan mempersembahkan hanya kepada Allah swt semata, semua amal ibadahnya, karena begitu banyak menerima anugerah yang sangat bagus dan indah dari Allah swt. Untuk itu maka kewajiban si hamba tidak lain adalah menambah dan meningkatkan mutu taatnya kepada Allah. Makin banyak taqarrub-nya kepada Allah, makin mantap zikirnya, dan makin kontinyu ibadahnya, dan makin banyak amal sedekah dan infaknya, demikian juga makin tinggi dan bermutu ikhlasnya. 

Hamba yang makin tinggi dan sempurna ketaatannya kepada Allah, akan makin banyak pula syukurnya kepada-Nya. Menempatkan kenikmatan yang ia terima dari Allah swt, di tempat yang mulia. Karma nikmat itu adalah anugerah yang patut dijunjung tinggi. Caranya dengan bersyukur kepada Allah atas semua kenikmatan yang sudah diterimanya Harta anugerah Allah itu dipergunakan untuk kepentingan ibadah dan amal yang sesuai dengan aturan dan perintah Allah, tidak dipergunakai untuk kemaksiatan dan kerusakan dirinya dan masyarakat. 

Syukur nikmat itu kewajibannya tetap. Artinya, bagi hamba Allah yang beriman, ia selalu terus menerus berterima kasih kepada Allah, karena sangat banyak pemberian Allah swt yang telah diterimanya, Dengan bersyukur atas nikmat Allah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh-Nya, maka Dia pun akan menambah nikmat-Nya kepada manusia. Sesuai dengan firman Allah: La in Syakartum la azidannakum (jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah rezekimu). Tambahan dari Allah itu, tidak lain adalah dengan syuklii nikmat dan melaksanakan ketaatan dengan suka berbuat baik dan beradab mulia. 

Bersyukur kepada Allah itu ada tiga cara, yaitu, bersyukur di dalam hati, bersyukur dengan lisan, dan bersyukur dalam sikap atau perilaku Adapun bersyukur di dalam hati, ialah memantapkan dalam hati bahwa semua nikmat itu adalah dari Allah, seperti firman Allah dalam surai An Nahl ayat 53: "Apa saja nikmat yang engkau terima, itu semim dari Allah jua." 

Adapun syukur dengan lisan, yaitu dengan memperbanyak puji syukur kepada Allah, sambil membaca Alhamdulillah sesuai dengan firman Allah dalam surat Ad-Dhuha ayat 11: 

"Adapun nikmat Allah hendaklah kalian sebut-sebut dengan mengucapkan syukm Alhamdulillah." Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata: "Mengingat ingat nikmat Allah yang telah engkau terima, maka itu pun termasuk mengucapkan syukur, sedang syukur dengan lisan, maka ia telah mengucapkan pujian terhadap Allah." Dalam suatu hadis yang berasal dari sahabat Nu'man bin Basyir, Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada pemberian yang sedikit, maka sudah tentu ia pun tidak akan bersyukur pada pemberian yang banyak. Siapa yang tidak pernah berterima kasih kepada manusia, ia pun tidak pernah bersyukur kepada Allah." 

Adapun bersyukur dalam bentuk sikap dan tingkah laku, adalah dengan melaksanakan amal ibadah dengan anggota badan, dengan amal saleh, dengan perilaku mulia, dan budi bahasa yang terhormat. Seperti firman Allah dalam surat Saba'ayat 13: "Beramallah, hai keluarga Nabi Daud, sebagai tanda syukur kepada Allah." Pemberian dan nikmat Allah itu disyukuri dalam tindakan perbuatan nyata. 

Diriwayatkan bahwa Nabi saw pada suatu ketika berdiri dan melangkahkan kakinya: "Kerjakanlah seperti ini, niscaya Allah akan menghapus dosamu (dengan mengerjakan sesuatu) yang sudah-sudah, dan yang akan datang. "Allah swt berfirman dalam surat Al Isra’ ayat 3: "Hendaklah kamu jadi hamba-hamba yang bersyukur." 

Telah bertanya seorang laki-laki kepada Ibnu Hazm, "Apa yang disyukuri oleh dua mata?" Ia menjawab, "Apabila dua mata itu melihat kebaikan, maka ia mengatakannya itu bagus. Jika mata melihat sesuatu itu buruk, maka ia pun mengatakan itu adalah jelek." "Bagaimana lilin tangan itu harus bersyukur?" tanya orang itu lagi. Ia menjawab: "Jangan engkau mengambil yang bukan milikmu, jangan pula kamu menyembunyikan hak Allah, pada mata dan tanganmu." 

Bersyukur secara batin itu paling rendah adalah sabar, dan paling tinggi adalah dengan ilmu. Adapun syukurnya farji itu, seperti firman Allah dalam surat Al Mukminun ayat 5-6: "Dan orang-orang yang memelihara farji mereka, kecuali kepada pasangan mereka masing-masing (suami istri), atau kepada orang yang mereka kuasai, agar mereka tidak tercela." 

Bersyukur kepada Allah swt, tidak cukup dengan ucapan lisan belaka, akan tetapi bersyukur dengan mengikut sertakan seluruh anggota badan, dengan merasakan kenikmatan syukur dalam kehidupan jasmani dan rohani.