Hadits tentang Keutamaan Silaturahmi/Silaturahim

Al-Bukhari mengatakan, "Bab Silaturahim." Artinya, bab yang menyebutkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan-keutamaan silaturahmi/silaturahim. Semua nash yang diriwayatkan oleh al-Bukhari tidak ada yang berasal dari dirinya sendiri; semuanya merupakan warisan Nabi saw. 

Abu Ayyub meriwayatkan, "Rasulullah ditanya, Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku perbuatan yang dapat memasukkanku ke dalam surga ... dan seterusnya.'" Beliau menyebutkan hadits ini secara ringkas karena telah diketahui. Kemudian ia menyebutkan jalur lain dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa: Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku perbuatan yang dapat memasukkanku ke dalam surga." Mereka yang hadir bertanya-tanya, "Ada apa dengan dia? Ada apa dengan dia?" Artinya, mereka merasa heran. Maka berkatalah Nabi saw, "Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyambung silaturahim." (Di-takhrij-kan oleh al-Bukhari (nomor 5846), Muslim (nomor 70)) 

Saya akan jelaskan hadits ini secara ringkas: 

Suatu ketika Nabi saw berjalan di atas untanya ada yang mengatakan di Mina, dan inilah pendapat yang kuat. Kemudian majulah seorang Arab badwi, lalu dipegangnya tali kekang unta beliau dan ditahannya. Setelah itu ia berkata, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku perbuatan yang dapat memasukkanku ke dalam surga." Para sahabat bertanya-tanya, "Ada apa dengan dia?" Artinya, ada apa orang ini menahan unta beliau? Mengapa ia berlaku kasar begini? Orang-orang Arab badwi biasanya memang demikian sebagaimana yang dikatakan oleh Allah dalam firman- Nya, "Orang-orang Arab Badwi itu lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allgh kepada Rasul-Nya." (QS. at-Taubah: 97) 

Mereka memang orang-orang yang suka berlaku kasar. Suatu kali ada seorang Arab badwi yang memegang baju Rasulullah lalu menariknya hingga berbekas di leher beliau. Yang lainnya ada yang memegang tangan Nabi dan menariknya. Ada pula yang berkata begini kepada beliau, "Berikanlah kepadaku harta Allah yang ada padamu, bukan yang dari harta ayahmu atau harta ibumu." Ada lagi yang berucap begini, "Ya Allah, sayangilah aku dan Muhammad dan jangan Engkau sayangi yang lainnya." Contoh yang lainnya masih banyak lagi. 

Jadi, ia memegang tali kekang unta Nabi dan berkata, "Beritahukanlah aku suatu perbuatan yang dapat memasukkanku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka." 

Pertanyaan terpenting yang harus diajukan oleh seorang Muslim adalah jalan ke surga. Nabi saw pernah ditanya tentang jalan ke surga dengan berbagai pertanyaan yang banyak, seperti pertanyaan Mu'adz yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku sesuatu yang dapat mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka." 

Abu Ayyub al-Anshari adalah seorang dari kaum Anshar yang telah berusia lanjut, dialah yang menerima (menyambut) Rasulullah ketika beliau singgah di rumahnya. Nabi memuliakan Abu Ayyub dengan menyinggahi rumahnya. Lalu ia menjamu Rasulullah dengan suatu jamuan yang belum pernah didengar oleh manusia seperti itu. Sehingga, ketika Abu Ayyub singgah ke tempat Ibn Abbas yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bashrah yang diangkat oleh Imam Ali, maka Ibn Abbas turun dari rumahnya, padahal ia seorang penguasa. Ia menempatkan Abu Ayyub lalu berkata, "Demi Allah, wahai Abu Ayyub. Aku akan memuliakanmu dengan suatu kemuliaan yang tak pernah didengar oleh manusia sebagaimana engkau telah memuliakan Rasulullah." Maka Ibn Abbas pun menempatkannya di dalam rumahnya sedangkan Ibn Abbas keluar dari rumahnya sebagai gubernur, karena Abu Ayyub pernah turun dari tempat yang tinggi dan berdiam di bawah sedangkan Rasulullah ia tempatkan di atas. 

Tidak pernah Abu Ayyub diberikan suatu hidangan melainkan ia ambil dan ia letakkan di hadapan Rasulullah lalu ia mengatakan, "Demi Allah, aku tak akan memakannya sampai engkau memakannya, wahai Rasulullah." 

Suatu ketika air menetes di rumah Abu Ayyub sedangkan ia ketika itu berada di atas rumah. Abu Ayyub khawatir atap rumah akan menjatuhkan air mengenai Rasulullah Maka ia ambil pakaian dan mantelnya lalu disekanya air yang ada karena ia khawatir Rasulullah akan terganggu oleh sesuatu. 

Ketika mendengar firman Allah, "Berangkatlah kalian baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat." (QS. at- Taubah: 41) ia berangkat berjihad bersama Yazid bin Mu'awiyah memerangi bangsa Romawi padahal ketika itu ia telah tua. Orang- orang berkata kepadanya, "Allah menerima uzurmu. Engkau dalam keadaan sakit." Ia menjawab, "Tidak, demi Allah. Allah berfirman, "Berangkatlah kalian baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat," (QS. at-Taubah: 41) dan aku ini dalam keadaan berat. Demi Allah, aku tetap berangkat. Ia wafat di sana di perbatasan Constantinopel. Pesannya adalah, "Kuburkanlah aku di sana." Ia memang dikuburkan di sana dan Allah akan membangkitkannya sebagai seorang Muslim di antara orang-orang kafir. 

Kita kembali kepada pembahasan kita. Kepada orang Arab badwi yang bertanya kepada Rasulullah tentang suatu perbuatan yang dapat memasukkannya ke surga. 

Nabi saw memberitahukannya beberapa perkara. Yang menjadi petunjuk adalah yang berhubungan dengan silaturahim, di mana beliau mengatakan, "Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyambung silaturahim." Mengenai silaturahim, para ulama mengatakan bahwa ini adalah perkara yang relatif bagi orang. Seseorang dapat melakukannya dengan melakukan kunjungan, memberikan sesuatu, mempersembahkan hadiah, dan bisa juga dengan meridhai. 

Tetapi, siapa itu rahim? Ibn Hajar mengatakan bahwa setiap orang yang masih kerabat Anda, baik ia dapat menerima warisan dari Anda atau tidak, maka ia termasuk rahim yang harus dihubungkan. Rahim itu bermacam-macam: Di antaranya ada yang dapat menerima warisan dari Anda dan ada pula yang tidak, ada yang jauh dan ada pula yang dekat. Setiap orang yang kedudukannya demikian, harus Anda hubungkan tali silaturahim dengannya sesuai dengan kedudukannya terhadap Anda, baik ia dapat mewarisi atau tidak. Sebagian orang menyangka bahwa rahim hanyalah yang mewarisi saja, sedangkan yang tidak mewarisi tidak termasuk. Ini tidak benar Anak paman (dan pihak ibu) adalah rahim, anak paman (dari pihak ayah) juga rahim; demikian juga anak bibi, baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah. Yang lainnya masih banyak lagi. 

Sebagian ulama mengkritik beberapa hal dari kisah ini. Di antaranya, masalah memberikan fatwa dari atas tunggangan dan masalah mengajarkan ilmu dari atas tunggangan. Karena, Malik bin Anas berpendapat bahwa jangan memberikan fatwa di atas tunggangan dan jangan pula ketika berjalan. Jika ada orang yang meminta fatwa, maka ia duduk dan mendudukkan orang yang bertanya sebagai penghormatan terhadap ilmu. Ia mengatakan, "Aku tak mau menyampaikan hadits dari Rasulullah ketika aku sedang berdiri. Aku harus duduk jika menyampaikannya." 

Tetapi hadits tersebut menolak hal itu. Anda boleh memberikan fatwa ketika sedang berjalan, ketika berada di dalam mobil, di pesawat terbang, maupun di atas hewan tunggangan. Insya Allah itu tidak makruh. Bahkan, menurut pendapat yang kuat, seseorang boleh membaca Al-Qur'an ketika sedang berjalan dan hal itu dilakukan oleh banyak ulama salaf. Tetapi yang paling utama, paling hati- hati, dan paling baik adalah membacanya dalam keadaan tenang, duduk, dan menghadap kiblat. Inilah yang paling utama. Tetapi bila ada yang tidak demikian, maka ia tidak boleh dicegah sebagaimana telah kami katakan.