Memohon Syafaat dan Tawasul Kepada Nabi Muhammad

Tiada diragukan dan tiada pula diperselisihkan, bahwa "Al Wasilah" (jalan, sebab yang mendekatkan kepada yang lain) dan "Asy-Syafaah" (meminta pertolongan kepada Allah SWT. untuk si Fulan) memiliki persamaan artinya, tetap-teguh secara akliah (akal pikiran) dan syariat (agama) terhadap perbuatan, perintah dan kehendak yang kesemuanya itu hanya berada di tangan Allah SWT. Tiada sekutu dan tiada pula yang dapat memberi syafaat melainkan dengan idzin-Nya.

Allah SWT. berfirman : "Dan tiadalah mereka diperintah melainkan untuk menyembah Allah serta mengihlaskan agama bagi-Nya (beribadat mengharapkan keridhaan-Nya), sambil cenderung kepada tauhid dan supaya mereka mendirikan salat serta memberikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar)." (Al Bayyinah 5) 

Al Qur'an dan As Sunnah telah sepakat (sama-sama menerangkan), bahwa Nabi Muhammad saw. adalah wasilah yang agung dan pemberi syafaat yang sangat besar. Nabi kita Muhammad saw. adalah sebaik-baik pemberi syafaat pada hari kiamat kelak dan telah ditetapkan, bahwasanya para sahabat bertawasul melalui Nabi saw. kepada Allah SWT. Mereka salat Istisqa (mohon turun hujan) bersama beliau dan mohon pula kepada Nabi saw. agar berdoa demi untuk mereka. Dalam kitab sahih Bukhari dikatakan, bahwa Umar bin Khaththab ra. Salat Istisqa bersama Al Abbas (setelah wafatnya Nabi saw) dengan berdoa:

 اَللَّهُمَّ اِنَّاكُنَّا اِذَا اَجِدُبِنَا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاَنَا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيّنَا فَاسْقِنَا٠ 

"Ya Allah, sesungguhnya saat kami mengalami masa paceklik, kamipun bertawasul kepada-Mu melalui Nabi Muhammad saw. Lalu Engkau (ya Allah) memberi kepada kami air hujan. Kini, kami bertawasul kepada-Mu melalui paman Nabi agar Engkau menurunkan air hujan." 

Maka dikabulkan permohonan mereka. Dan riwayat Ibnu Umar ra. disebutkan: Saya masih ingatkan peringatan Abi Thalib pada saat memandangi wajah Nabi saw., sambil membaca syair :

 وَابْيَضَّ يَسْتَسْقِى الْغَمَامَ بِوَجْهِهِ # نَمَالَ الْيَتَامٰى عِصْمَةً لِلأَرْمَلِ 

“Dan wajah yang bercahaya. Awan putih mencucurkan air dengan lebatnya. Penolong bagi anak yatim. Dan pelindung bagi para janda.” 

An Nasai dan At Tirmidzi meriwayatkan, bahwasanya Nabi Muhammad saw. mengajarkan kepada sahabatnya agar berdoa :

 اَللَّهُمَّ إِنِّىْ اَسْأَلُكَ وَ اَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّىْ اَتَوَسَّلُ بِكَ إِلَى رَبِّى فِى حَاجَتِىْ لِيُقْضِيْهَالِيْ اَللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ 

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan bertawasul melalui Nabi-Mu. Ya Muhammad, Rasul Allah, sesungguhnya aku bertawasul denganmu kepada Allah dalam hajatku, agar Allah menunaikannya. Ya Allah, jadikanlah ia (Muhammad) dapat memberi syafaat untuk diriku." 

Ini memberikan bukti atas diperbolehkannya tawasul melalui Nabi saw. dimasa hidupnya dan setelah wafatnya. Akan tetapi tidak diperbolehkan (secara langsung) meminta pertolongan dengannya ataupun memohon sesuatu yang tidak diperkenankan permohonannya melainkan dari Allah SWT. sendiri. 

Bertawasul melalui Nabi saw. kepada Allah SWT. sesudah beliau wafat, muncul pendapat lain (kebalikan dari itu, yakni dilarang) dengan alasan dan bukti bahwa Umar setelah Nabi saw. wafat bertawasul melalui pamannya Al Abbas. Jika memang diperbolehkan bertawasul dengan Nabi saw. sesudah beliau wafat, tentu saja Umar ra. takkan bertawasul dengan Al Abbas dan tentu diperbolehkan pula bertawasul dengan Al Abbas setelah wafatnya (Al Abbas)

Dalam sebuah hadis yang sahih beliau saw. bersabda 

"Apabila kalian mendengar suara seorang yang beradzan, maka hendaklah mengucapkan seperti apa yang diucap olehnya. Kemudian hendaknya bersalawat atas diriku, karena barangsiapa yang melakukan hal itu satu kali, niscaya Allah akan bersalawat atas dirinya sepuluh kali. Kemudian mohonkan kepada Allah demi untuk diriku Al Wasilah, karena hal itu menaikkan derajat (di dalam surga) yang tiada diperkenankan kecuali bagi hamba-hamba Allah. Dan berharaplah agar kalian yang menjadi hamba tersebut. Barangsiapa memohonkan demi untuk diriku Al Wasilah, niscaya Allah akan memperkenankan aku untuk memberi syafaat untuknya pada hari kiamat." 

Dan apa yang kita mohonkan (syafaat) kepada Rasulullah terhadap Allah merupakan wasilah yang akan sampai kepada-Nya. 

Syafaat Rasulullah untuk kita adalah wasilah (jalan), sebab keridhaan Allah terhadap hambanya hanyalah bagi siapa yang mengikuti semua yang beliau saw. ajarkan. 

Para ahli tafsir telah sepakat mengenai firman Allah SWT 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya." (Al Maidah 35) 

Adapun asal kata dari "Al Wasilah" adalah apa yang digunakan manusia untuk bertawasul dengannya (kepada lain orang) dan berkenaan dengan perbuatan baik, karena mempunyai hubungan kerabat dekat dan masih banyak lagi. Kalimat (istilah) tersebut dipinjam dari apa yang digunakan untuk bertawasul karena ketaatan dan taqarubnya kepada Allah. Dalam kitab "Kulliat Abil Baqa" Wasilah memiliki arti bertawasul kepada sesuatu dengan penuh kesungguhan. Apabila Wasilah (jalan, sebab) kita kepada Allah merupakan ketaatan dan ketakwaan, maka yang memberi pelajaran akan ketaatan dan ketakwaan tersebut adalah wasilah Nabi saw. 

Para sahabat yang terpilih dan terkemuka, sebelum Rasulullah saw. diutus dengan agama yang hak (benar), tidaklah mereka itu merupakan orang-orang musyrikin (yang menyekutukan sesuatu dengan Allah). Kemudian beliau saw. membimbing mereka kepada hidayat (petunjuk) kebenaran dan adalah beliau saw. merupakan wasilah (jalan, sebab) mereka menuju keimanan. Diajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan hikmah serta mensucikan mereka, sebagaimana Allah SWT. berfirman : 

"Dialah pang mengutus (di antara orang yang buta huruf) seorang Rasul di kalangan mereka sendiri. Membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya untuk mensucikan mereka dan mengajari mereka Al Qur'an dan Hikmah Sekalipun mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata.” (Al Jum’ah 2) 

Dan firman Allah SWT: 

"Sekiranya mereka bersenang hati dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul kepadanya dan mengatakan: Cukuplah bagi kami Allah dan Rasul-Nya yang akan memberi sebagian dari kurnia-Nya. Kepada Allah kami memanjatkan harapan, tentulah hal itu lebih baik bagi mereka." (At Taubah 59) 

Bahkan Nabi saw. lebih utama bagi kaum yang beriman, dari diri mereka sendiri. 

Sebagaimana sabda beliau : 

"Demi Dzat yang nyawaku berada di genggaman tangan-Nya: 

Belum beriman salah seorang diantara kalian, sehingga aku lebih dicintai dari dirinya puteranya, ayah dan sekalian manusia." 

Oleh karena itu, mengapa manusia tidak mau mencintai dan bertawasul serta berpegang teguh kepada syafaat beliau saw., sebagai mahluk yang mendapat maqam Al Mahmud (kedudukan yang terpuji) yang telah disebutkan oleh Allah SWT. dalam firman-Nya :

"Semoga Tuhanmu mengangkat kamu ke maejam (kedudukan) yang terpuji." (Al Isra 79) 

Para ahli tafsir telah sepakat mengenai kalimat "semoga" (dari Allah) adalah wajib. Imam Bukhari dari hadis Ibn Umar meriwayatkan: Rasulullah saw., pernah ditanya tentang maqam yang terpuji. Beliau menjawab : Itulah "Syafaat" (meminta pertolongan kepada Allah SWT. untuk si Fulan). 

Hadits ini dikuatkan oleh Ar Razi dan telah disepakati oleh kalangan ahli tafsir. 

Dari Ibn Abbas ra., ia berkata: "Sebagian dari para sahabat Nabi saw. duduk di dalam satu majelis. Mereka menantikan kedatangan Rasulullah saw. Kemudian beliau keluar (menuju tempat pertemuan tadi) hingga mendekati mereka (tempat tersebut). Nabi pun mendengarkan mereka saling bertanya, sedang beliau mendengarkan tutur kata mereka: Alangkah menakjubkan Allah SWT. memilih dari para mahluk-Nya Nabi Ibrahim sebagai "Khalil" (kawan setia). Dan yang lain berkata: Tiada yang lebih menakjubkan dari ucapan Nabi Musa, dimana Allah berbicara kepadanya (Musa) secara langsung. Berkata yang lain lagi: Isa adalah "Ruh Allah". Dan berkata pula: Namun Adam telah dipilih oleh Allah. 

Kemudian beliau saw. masuk seraya bersabda: "Aku telah mendengarkan pembicaraan kalian. Allah mengambil Ibrahim sebagai Khalil (kawan setia), Musa sebagai yang diajak bicara, Isa Ruh Allah, Adam sebagai orang (manusia) pilihan-Nya karena hal itu sudah sepatutnya mereka terima. Ingatlah, aku adalah Habibullah (kekasih Allah) tanpa aku berbangga. Dan akulah orang pertama yang mengetuk pintu (gerbang) surga, lalu dibukakan untukku. Kemudian dimasukkanlah aku bersama fakir miskin dari kaum yang beriman tanpa aku berbangga. Dan akulah yang paling mulia dari orang-orang terdahulu sampai yang terakhir tanpa aku berbangga." (HR.Tirmidzi)

Posting Komentar untuk "Memohon Syafaat dan Tawasul Kepada Nabi Muhammad"