Dalil, Hadits Larangan Menceritakan Hubungan Seksual Suami Istri

Islam membuat pagar dengan merahasiakan perbuatan ini (hubungan seksualitas) antara suami istri. Selain itu juga, aktivitas atau hubungan seksual antara keduanya juga dijamin tidak merenggut pemikiran dan kemampuan orang muslim. Maka dia dapat mencurahkan semuanya untuk jiwa, urusan-urusan dan tujuan-tujuan pokoknya di dalam kehidupan. Dan tidak ada kesempatan bagi seorang muslim untuk memberanikan lisannya berbicara dan otaknya berpikir tentang suatu aib yang tidak pantas ada di dalam masyarakatnya.

Dan ketika masalah hubungan seksualitas antara suami istri telah menjadi bahan pembicaraan, maka Islam akan mengangkat bendera bahaya. Karena hubungan seks telah berubah bentuk menjadi sarana untuk mencapai tujuan dan menjadi masalah membingungkan yang menguasai pikiran dan menghilangkan mobilitas manusia di dalam kehidupan. Dan hal ini bagi Umar adalah keadaan orang-orang bodoh yang berdiri pada sisi kenikmatan rasa, akan tetapi meninggalkan tujuan yang menciptakan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai ideal yang membuat manusia akan merasakan sifat kemanusiaannya dan merasa bahwasanya dia memiliki tujuan-tujuan pokok di dalam kehidupannya. Dan tujuan-tujuan pokok itu bukan tujuan-tujuan yang  bersifat kehewanan [hawa nafsu].

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, ia berkata:

“Bahwasanya  Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan shalat, dan ketika beliau telah mengucapkan salam maka beliau menghadapkan mukanya kepada mereka (jama’ah) dan bersabda, berhati-hatilah terhadap majelis-majelis kaum. Apakah  di antara kamu ada seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya dengan menutup pintu dan melabuhkan tirainya, kemudian dia keluar dan bercerita, "saya telah berbuat dengan istriku begini dan begini? Kemudian mereka diam semua. Lantas Rasulullah menghadap kepada para perempuan dan menanyakan, "Adakah di antara kamu yang bercerita begitu? Tiba-tiba ada seorang gadis memukul-mukul salah satu tulang lututnya sampai lama sekali supaya diperhatikan oleh Nabi dan supaya dia mendengarkan omongannya. Kemudian gadis itu berkata, "Demi Allah! Kaum laki-laki bercerita dan kaum perempuan juga bercerita! Lantas Nabi bertanya, "Tahukah kamu seperti apa yang mereka lakukan itu? Sesungguhnya orang yang berbuat demikian tak ubahnya dengan syaithan laki-laki dan syaithan perempuan yang satu sama lain bertemu di jalan kemudian melakukan persetubuhan, sedang orang lain banyak yang melihatnya." (Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Bazaar)

Dalam hadits lain disebutkan, "Sesungguhnya di antara manusia yang paling jelek kedudukannya dalam pandangan Allah nanti di hari kiamat adalah seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya dan istrinyapun melakukan persetubuhan, kemudian dia menyebar luaskan rahasianya." (Hadits riwayat Muslim)

Ketika membicarakan masalah hubungan seksualitas, maka A1 Qur'an inilah yang pertama kali menjadi pendidik. A1 Qur'an berbicara masalah seks dengan gaya bahasa yang menghantarkan kepada tujuan makna yang sebenarnya tetapi tidak mencemarkan rasa malu. Dan apabila seorang muslim menjumpai pembicaraan tentang aurat di dalam Al Qur'an dan Sunnah, maka hal itu tidak membutuhkan lafazh-lafazh selain dari Al Qur'an dan Sunnah serta tidak ada lafazh lain yang dapat memberikan pemahaman apakah hal itu suatu perintah, larangan atau anjuran.

Renungkanlah keindahan ungkapan dan keindahan sindiran-sindiran di dalam sastra A1 Qur'an. Allah Subhaanahuwa Ta'ala berfirman,

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu.  Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid." ( QS. Al Baqarah (2): 187)

Firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala,

“Dan  janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri, istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah  (amal yang baik) untuk dirimu. " (Qs. A1 Baqarah 2): 222-223)

Allah Subhaanahu wa Ta 'aala berfirman, “Atau menyentuh perempuan. " (Qs. A1 Maidah (5): 6)

Firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala, “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka. "(Qs. A1 Baqarah (2): 237)

Dan mengenai tempat yang berfungsi untuk keluarnya anak, Allah  Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

“Dari setetes mani Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya. Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur "(Qs. 'Abasa (80): 19-21)

Kemudian, Allah juga telah mengungkapkan tentang hakekat mani di beberapa ayat A1 Qur'an dengan bahasa sindiran atau tidak secara terang-terangan Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani). " (Qs. A1 Ma'aarij (70): 39)
Adakah sastra yang indah selain sasta Al Qur’an ini? Syair manakah yang lebih lembut dari syair Al Qur’an ini? Dan balaghah manakah yang  telah dapat menundukkan para ahli balagah selain balaghah A1 Qur 'an?
Shahabat Rasulullah sungguh telah bersastra dengan sastra Qur'an yang tinggi. Dengarkanlah perkataan Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha ketika mengungkapkan sesuatu kata yang di dalamnya mengalir kehalusan, keindahan sastra dan ketinggian balaghah. Ummul mukminin berkata, "Dia tidak melihat sedikit pun dari saya dan saya pun tidak melihat sedikit pun darinya." Maksudnya adalah aurat. Ini adalah makna majas yang dibuang dan tujuan yang bersifat retorika (balaghah), kejelasan dengan rasa dan perasaan sebelum menjadi kejelasan dalam bahasa!
'Umar radhiyallaahu 'anhu datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi sallam dan berkata, "ya Rasulullah, saya telah binasa." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "apa yang telah membinasakanmu?" 'Umar menjawab, "semalam saya telah memalingkan kendaraanku."
Mudah-mudahan orang-orang yang pakar dalam masalah-masalah hubungan seksualitas mau memperhatikan masalah ini dan membantu rnengembangkan pelajaran-pelajaran ini, dan mudah-mudahan mereka beretika dengan etika A1 Qur'an!

Posting Komentar untuk "Dalil, Hadits Larangan Menceritakan Hubungan Seksual Suami Istri"