Pendidikan Segi Mental dan Intelektual Anak

Hendaknya para pendidik memperhatikan daya kemampuan mental dan intelektual anak dan pembentukan kulturalnya dari pengajaran dan hukumnya adalah fardhu 'ain atau pun fardhu kifayah.
Pendidik hendaknya memperhatikan anak, apakah ia mem­pelajari hal-hal yang fardhu 'ain? Apakah ia belajar membaca Al-Qur'an? Apakah ia belajar hukum-hukum beribadatan? Apakah belajar perkara-perkara yang halal dan haram? Apakah belajar sejarah kehidupan Rasulullah saw.? Apakah ia belajar masalah-masalah agama, dunia dan etika-etika Islam yang sangat penting itu?
Masalah-masalah ini, harus dipertanyakan tentang pengajaran­nya. Dan Allah swt. akan menuntut pertanggungjawaban jika hal ini dilalaikan.
Jika sang anak belajar berbagai hal yang hukumnya fardhu kifayah, seperti belajar ilmu kedokteran atau teknik misalnya, maka pendidik hendaknya memperhatikan ketekunan, kepandai­an dan kematangannya. Sehingga, jika ia telah menyelesaikan studi, ia mampu memberikan manfaat kepada umat Islam dengan keahliannya, dan mendirikan pilar-pilar kemajuan dalam masya­rakat Muslim dengan ilmu pengetahuannya dan profesinya.

Begitu pula hendaknya pendidik tidak melupakan prasarana dan metode yang mendukung kemajuan anak dalam upaya men­capai ilmu pengetahuan yang dipelajari secara spesifik. Dan hen­daknya, pendidik pada kesempatan itu tidak menyampingkan fardhu 'ain hanya karena terlalu memperhatikan yang fardhu kifayah. Wajib bagi pendidik untuk memusatkan perhatian ke­pada yang pertama, kemudian memperhatikan yang kedua, atau paling tidak ada perimbangan antara keduanya. Sehingga, ia akan mempelajari keduanya secara bersamaan. Dan jika tidak demikian, maka tanggung jawabnya terlalu besar.

Pendidik hendaknya memperhatikan kesadaran berpikir anak ditinjau dari segi hubungannya dengan Islam sebagai agama dan daulah, dengan Al-Qur'an sebagai agama dan sumber syari'at, Rasulullah saw. sebagai imam dan teladan, sejarah Islam sebagai kebanggaan dan kemuliaan, kultur Islam dengan mental spiritual, gerakan dakwah dengan pembelaan dan semangat. Semua ini tidak dapat terlaksana, kecuali dengan terus menyertai anak, memberi pengarahan, dan memacu untuk menyenangi bacaan buku-buku bermutu, majalah-majalah dakwah, dan brosur-brosur Islam pada setiap kesempatan. Kemudian, memberi dorongan untuk mendengarkan ceramah-ceramah Islam yang bermanfaat, pidato-pidato bersemangat yang memberikan pengaruh. Diperlu­kan pula perpustakaan untuk anak yang mengumpulkan setiap tulisan tentang Islam dan membelanya, di samping memberikan terhadap musuh-musuh Allah.

Tidak diragukan, bahwa metode seperti ini membuat anak berada dalam benteng pelindung dari setiap tulisan missionaris Kristen, kaum kafir yang menyebarluaskan bibit atheis dan kekufuran. Sehingga, ia mampu menolak dan berusaha membuka kelonggaran untuk bergeraknya Islam dengan keimanan yang teguh penuh keberanian. Jadi, ia menjadi anggota yang berman­faat dalam membangun masyarakat Muslim, dan mendirikan Daulah Islam!!

Berapa banyak sang pendidik terluka hatinya ketika men­jumpai anak didiknya di sekolah sangat menghafal sejarah tokoh-tokoh filsafat Barat, mengetahui banyak tentang personalitas orang terkemuka dari dunia Timur, pendapat dan teorinya, tetapi tidak mengetahui sejarah kaum Muslimin, kehidupan tokoh tokoh terkemuka Islam, sejarah penaklukan Islam. Atau, jika mengerti, ternyata sedikit sekali.

Berapa banyak para pendidik merasa sedih hati ketika men­jumpai anak, sebelum dan sesudah studinya, ternyata telah di­warnai dengan kultur asing, pikiran-pikiran Barat atau Timur, aliran-aliran sosialis yang anti Tuhan. Sehingga, si anak menjadi musuh agama, sejarah dan kemuliaannya.

Karenanya, kesadaran berpikir adalah sangat penting, karena mempunyai pengaruh sangat besar dalam mengokohkan akidah Islam, dan membentuk Muslim yang hakiki. Juga dalam upaya memberikan gambaran secara sempurna tentang Islam. Bahwasanya Islam adalah peraturan pemerintahan, sistim kehidupan yang memberikan kebahagiaan, kemuliaan dan kekuatan.

Para pendidik hendaknya juga memperhatikan kesehatan akal anak. Hal itu bisa dilakukan dengan jalan menjauhkan anak dari segala bentuk yang merusak kesehatannya, melarang agar tidak mendekati hal-hal yang merusak, dan menjelaskan bahaya terhadap jasmani, akal dan jiwa.

Bertitik tolak dari sini, pendidik wajib memperhatikan agar jangan sampai mendekati minuman keras dan obat bius, karena keduanya ini membinasakan jasmani, menimbulkan his­teris dan gila!

Hendaknya pula memperhatikan agar anak tidak melakukan kebiasaan masturbasi (onani) karena cara ini dapat menimbulkan kelemahan ingatan, kelelahan berpikir, kekacauan otak, kegeli­sahan, dan ketakutan.

Dan mungkin memperhatikan agar anak tidak merokok karena dapat menggoncangkan syaraf, melemahkan ingatan, dan melemahkan kemampuan berpikir.

Di samping itu, diharapkan pendidik memperhatikan (me­ngawasi) agar jangan sampai anak melihat dan menyaksikan masalah pornografis, baik dalam film, televisi atau gambar-gambar cabul (telanjang), karena bisa mengakibatkan terhentinya tugas akal. Dan secara bertahap, kebiasaan itu akan membinasakan kemampuan mengingat (belajar) dan berpikir jernih. Karenanya, kesehatan akal bagi anak adalah sangat penting bagi pendidik untuk diperhatikan dan diawasi. Sebab, akal merupakan hiasan manusia yang menentukan tindak-tanduknya, bahkan akal adalah ciri khas manusia. Sejauh mana pengawasan dan perhatian itu diberikan, sebesar itu pula yang dicapai anak mengenai ketenang­an, nalarnya akal dan keberimbangannya.

Posting Komentar untuk "Pendidikan Segi Mental dan Intelektual Anak"